Negara Rahasia/Deep State,
adalah sebuah istilah yang kini menjadi momok bagi mayoritas
negara-negara Arab. Kendati Ibn Ali berhasil kabur dari Tunisia, Qaddafi
terbunuh di Libia, dan Mubarak dipenjara di Mesir, namun revolusi Arab
yang telah berumur sekitar dua tahun masih saja dalam kondisi labil,
tidak kondusif, serta terus diwarnai dengan aksi demonstrasi dan protes.
Sebelumnya,
penulis akan menganalisis sebuah berita aneh yang pernah terjadi di
Turki. Meski tidak ada korelasi langsung dengan negara-negara Arab,
tetapi dapat memberi pencerahan terhadap kasus yang sedang kita hadapi.
Di
penghujung tahun 2012, berbagai kantor berita internasional
memberitakan ditemukannya alat penyadap dan perekam suara terpasang di
kantor PM Recep Tayyib Erdogan.
Indikasinya;
meski setelah lebih sepuluh tahun lamanya Partai Keadilan dan
Pembangunan berkuasa, tetapi masih ada kekuatan rahasia yang berhasil
menembus kantor dan rumah PM Turki.
Walau
telah sepuluh tahun berkuasa, dan telah sangat serius memerangi
sumber-sumber kerusakan yang masih terus menyusun konspirasi dan kudeta
sejak tiga puluh tahun lalu, namun kekuatan rahasia tersebut masih eksis
merongrong dan merobohkan penguasa juga memata-matainya demi memuluskan
agenda-agenda rahasia.
Dari
panggung politik Turki kita beralih ke Mesir. Lembaga-lembaga
penerangan, kepolisian, dan pengadilan masih setia bekerja untuk
kekuatan rahasia melawan pemerintah Mesir. Pengadilan Mesir misalnya,
belum lama ini mengeluarkan keputusan bebasnya beberapa oknum, seperti
Hasan Abdur Rahman (Kepala Aparat Kemanan Negara), Isma'il al-Sya'ir
(Direksi Keamanan Kairo), Hasan Ramzi (Direksi Keamanan Pusat). Begitu
pula beberapa oknum dekat orde lama, seperti Anas al-Faqiy (mantan
Menteri Penerangan), Fathi Surur (mantan ketua DPR), juga Shafwat
Syarif.
Ketika
Taufik Ukasyah dibebaskan dari tuduhan menghina Presiden Mesir, pada
saat bersamaan Isham Sultan (wakil ketua Partai al-Wasath) divonis
penjara dengan tuduhan menghina Ahmad Syafiq (mantan PM di era Mubarak).
Semua
fakta ini mengindikasikan adanya kekuatan rahasia yang mempermainkan
amanat revolusi, dan berusaha menjebak revolusi dalam lingkaran setan.
Kekuatan rahasia inilah yang kemudian dikenal denganDeep State/negara rahasia.
Akar Substansial Negara Rahasia
Sejarah
istilah ini kembali pada pengalaman Turki. Istilah tersebut disematkan
kepada sel jaringan elemen tingkat tinggi dalam Badan Intelijen (lokal
dan asing), Angkatan Bersenjata, Kepolisian, Pengadilan, dan mafia di
Turki.
Dasar pemikirandeep statesangat
mirip dengan istilah negara dalam negara. Agenda utama Negara Rahasia
adalah membiarkan pemerintah tetap berkuasa, dan berusaha menguasai
perangkat keamanan dan birokrasi negara dari balik layar.
Sarana yang digunakan olehdeep statetidak
terbatas pada kekerasan, tetapi juga menggunakan segala macam cara
untuk mengintervensi tokoh-tokoh politik dan ekonomi. Agar kepentingan
mereka terjamin, maka kerangka demokrasi semu digunakan, untuk memetakan
kekuatan politik yang ada.
PemimpinDeep Statejuga
membentuk jaringan rahasia bawahan, sehingga gerakan ini menyerupai
piramida terbalik. Mereka terdiri dari pengusaha, birokrat, intelektual,
wartawan, seniman dan atlet dan berperan sebagai kurir bagi seluruh
keinginan para pemimpinnya. Biasanya mereka mendapat imbalan berupa
manfaat politik, materi, dan sosial.
Musuh
utama negara rahasia ini adalah revolusi rakyat. Revolusi rakyat sudah
pasti berjuang menghancurkan negara rahasia ini secara telak bersama
semua sendi-sendinya, baik yang nyata maupun rahasia. Lantaran ini,Deep State/negara rahasia berusaha mati-matian untuk membunuh semua bentuk revolusi dengan segala macam cara.
Struktur
yang rumit dan kompleks dari negara rahasia ini, membuatnya sulit atau
bahkan mustahil berubah menjadi negara merdeka. Untuk mencapai negara
berdaulat mereka harus melewati berbagai risiko sangat berbahaya. Risiko
terbesar adalah runtuhnya negara itu sendiri. Karenanya, perjuangan
terberat yang dihadapi revolusioner Arab saat ini adalah membasmi
sisa-sisa negara rahasia.
Akar Psikologis Negara Rahasia
Belum
lama ini, Shalah Misbah seorang musisi Tunisia secara terang-terangan
menyatakan dukungan penuh atas mantan Presiden Tunisia, Zainal Abidin
Ibn Ali.1
Abdullah
Shaleh mantan Presiden Yaman di tempat kediamannaya, Shan'a, menerima
teleghrap dan telepon ucapan selamat atas hari peringatan persatuan
Yaman.
Dalam
panggung politik fenomena ini kelihatan lebih jelas. Hasil pemilu
putaran pertama memperlihatkan masih besarnya pendukung Mubarak. Dengan
kampanye"Mohon Maafku Pak Presiden", mereka berusaha mengenang kembali prestasi Mubarak, bahkan menuangkannya dalam bukuMishr Mubarak/Mesirnya Mubarak.
Sejarah
telah menyaksikan berbagai aksi solidaritas bersama rezim penjagal.
Ketika perang saudara pecah di Amerika antara wilayah Utara dan Selatan,
dan walau sebelumnya wilayah Utara telah menyetujui penghapusan
perbudakan, tetapi tentara kulit hitam tetap ikut berperang bersama
wilayah Selatan yang menolak penghapusan perbudakan.
Peristiwa terorisme di Stockholm pada tahun 1983 adalah contoh paling nyata, sampai-sampai para psikolog menjulukinya dengan Stockholm Syndrome.
Dimana sekelompok orang bertopeng menyerbu sebuah bank Swedia dan
menyandera semua orang yang ada di dalamnya. Polisi Swedia kemudian
mengepung lokasi itu sampai enam hari lamanya. Para penyerang mengancam
akan membunuh semua sandera, dan beberapa orang sandera benar-benar
dibunuh.
Pada
hari keempat terjadi suatu keanehan yang tak disangka-sangka. Beberapa
sandera yang telah bebas justru berbalik membela para penyerang dan
berusaha mencari jalan agar mereka bisa keluar dari kepungan polisi.
Bahkan sebagian lain berusaha mencari-cari undang-undang yang bisa
meringankan sanksi para bagi penyerang. Korban sandera ini kemudian
dikenal denganStockholm Syndromeataupecinta algojo.
Para psikolog menjuluki orang yang bersimpati pada algojonya dengan sebutanmazuki.
Yakni ketika seseorang melakukan perbuatan yang membuatnya gagal,
dihina, dicaci atau disiksa badan maupun jiwanya. Perbuatan tersebut
bisa ia lakukan dengan sadar atau tidak. Ia senantiasa mengulangi
prilaku ini dan terkadang seperti terpaksa dan merasakan kenikmatan
tersendiri, meski secara kasat mata ia tersiksa. Ia cenderung senang
menjadi penderita, orang yang tertekan dan teraniaya lagi terhina. Pada
fase ini mazuki telah berubah menjadi gangguan jiwa dengan prilaku yang
merusak pribadi.
Penutup
Bila
rakyat sebuah negeri terganggu dengan sisa-sisa pemerintah orde lama
yang menyusup di tengah-tengah masyarakat, maka krisis sebenarnya ada
dalam diri mereka. Sebab perbudakan adalah penyakit kronis, penghambat
kemajuan umat, dan menjadikannya betah di dalam penjara. Semakin dekat
saat-saat kebebasan, si penghuni bui semakin gelisah. Sampai jika detik
kebebasan telah tiba dia justru memilih tetap tinggal di penjara, dimana
selama ini dia berteriak meminta tolong agar dikeluarkan dari tempat
tersebut. Hayatilah firman AllahTa'ala:
Allah
berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan
atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan
berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu." (QS. al-Maidah:
26)
Yang
demikian itu, sebab generasi ini terdidik dalam kehinaan penghambaan di
masa Fir'aun, mereka masih terus merasakan nikmat penghambaan tersebut.
Peristiwa
yang sekarang terjadi di negara-negara tempat pecahnya revolusi Arab
bukanlah proses lanjutan revolusi, bukan pula gelombang ombaknya.
Melainkan prilaku kekerasan yang muncul dari seorang hamba untuk membela
dirinya bila saat kebebasannya dari penjara telah tiba.
Fakta ini mengingatkan kita pada ungkapan seorang pemikir besar Islam, Sayyid Qutb:"Hamba
sahaya adalah orang-orang yang lari dari kebebasan. Jika seorang tuan
mengusir, maka mereka cari tuan yang lain. Mereka tidak memiliki
semangat untuk bebas merdeka, sampai-sampai mereka mengira kebebasan
adalah sebuah pemberontakan."
sumber ilmu disini